Artikel

KABAR BISSU : KOMBINASI GENDER DARI TANAH BUGIS
Oleh : Nurul Fadhilah

            Bugis merupakan salah satu suku dengan berbagai kearifan lokal, pengetahuan budaya serta filosofi hidup bugis yang mengesankan. Salah satu jejak budaya dari tanah bugis yang cukup mengesankan yaitu adanya komunitas Bissu. Kombinasi gender dari tanah bugis ini kiranya sangat  menarik untuk ditelusuri lebih dalam. Lalu bagaimana kabar para bissu di era modern ini? Mari kita ungkap lebih dalam melalui artikel kabar bissu berikut ini.
            Bissu merupakan jejak budaya Bugis pra Islam yang masih tersisa hingga kini. Bissu termasuk kaum pendeta yang memiliki kombinasi gender dalam kepercayaan tradisional Tolotang dalam masyarakat Bugis dari Sulawesi Selatan. Dalam kepercayaan tradisional Bugis, dikenal empat jenis kelamin yaitu oroane (laki-laki), makkunrai (perempuan), cala’ (perempuan yang berpenampilan seperti laki-laki), dan calabai (laki-laki yang berpenampilan seperti perempuan). Adapun kepercayaan tradisional masyarakat menganggap bahwa seorang Bissu merupakan kombinasi dari empat jenis kelamin tersebut.
            Kaum Bissu atau kaum pendeta memiliki peran ritual, di mana mereka menjadi perantara antara manusia dan dewa. Oleh karena itu, fungsi Bissu yaitu sebagai pendeta agama Bugis kuno pra-Islam. Kata Bissu sendiri berasal dari bahasa bugis “bessi” yang berarti bersih. Seorang Bissu dianggap suci atau tidak kotor oleh masyarakat. Masyarakat juga percaya bahwa kaum Bissu memiliki bahasa untuk berkomunikasi langsung dengan para dewata. Bahasa itu disebut Bahasa Ugi Galigo atau Bahasa Torilangi’ (Bahasa orang langit). Keberadaan Bissu merupakan benang merah kesinambungan adat dan tradisi Bugis kuno.
            Untuk menjadi Bissu, seseorang harus memadukan semua aspek gender. Artinya mereka harus dilahirkan dengan sifat hermafrodit atau individu yang interseksual. Para Bissu mengenakan sejenis gaun dan pakaian yang tidak dikenakan oleh jenis kelamin lain, namun juga memasukkan elemen dan karakter pakaian pria dan wanita. Golongan Bissu yang telah terlatih dikenal dengan keunikannya di mana mereka dipercaya tak mempan sama sekali akan senjata tajam.
            Bissu merupakan pendeta agama bugis kuno pra-Islam. Berdasarkan pernyataan tersebut, maka timbul suatu pertanyaan yaitu “bagaimana keadaan komunitas Bissu di era modern ini”? Sebagai pendeta agama bugis kuno pra-Islam, tentu adanya komunitas Bissu mengambil peran penting pada masa itu yaitu masa sebelum masuknya agama Islam di tanah bugis. Berbeda dengan masa sekarang ini, di mana Islam telah tersebar luas hampir ke seluruh Indonesia khususnya di Sulawesi Selatan.
            Walaupun tradisi Bissu tidak sesuai dengan Islam, namun tradisi ini masih dipertahankan oleh komunitas Muslim regional di Sulawesi Selatan selama tradisi mereka tidak terdiri dari tindakan yang jelas bertentangan dengan syariah Islam. Meskipun tradisi Bissu masih dipertahankan oleh komunitas Muslim, tetap saja keberadaan komunitas Bissu semakin jarang dan telah mendekati masa kepunahan.
            Kondisi komunitas Bissu di era modern ini kian jarang di temukan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satu faktornya yaitu masyarakat lokal juga terlihat enggan untuk memesan mereka lagi dalam ritual-ritual adat karena mulai berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap para dewata. Selain itu kebanyakan Bissu juga telah melepas atribut Bissunya dan berpindah ke profesi lain seperti menjadi seorang petani.
            Di dalam masyarakat Indonesia saat ini, golongan Bissu semakin dianggap sebagai golongan pelestari tradisi Bugis yang berjasa bagi kekayaan budaya nasional Indonesia. Walaupun keberadaan mereka semakin jarang dan mungkin akan punah karena maraknya globalisasi dan tertekannya keberadaan mereka oleh agama-agama konvensional di Indonesia. Adapun kehidupan Bissu di masa sekarang dan mendatang akan terancam.
      Itulah beberapa kabar tentang komunitas Bissu, kombinasi gender dari tanah bugis yang semakin terancam punah. Sebagai bangsa yang penuh dengan keragaman budaya, hendaknya kita harus mampu untuk mempertahankan budaya-budaya yang juga merupakan salah satu bentuk kekayaan kita. Begutupun dengan keberadaan komunitas Bissu yang hendaknya dapat kita lestarikan.

Komentar

Postingan Populer