Pro dan Kontra Surah Al-Maidah 51
POLITIK
HARAPAN BANGSA
Oleh
: Nurul Fadhilah
Coba
bayangkan apabila bangsa kita, bangsa Indonesia, dipimpin oleh seorang
non-muslim. Bagaimana kondisi bangsa Indonesia sebagai negara mayoritas islam
ke depannya? Apakah akan berpengaruh terhadap agama atau tidak? Sebagai seorang
Muslim, tentu kita akan lebih nyaman dipimpin oleh seorang pemimpin Muslim
pula. Namun beberapa orang berpendapat bahwa agama bukanlah syarat utama untuk
menjadi seorang pemimpin. Pendapat manakah yang sebenarnya tepat? Untuk mengetahuinya, mari kita ulas hasil debat yang dituang dalam artikel
pro dan kontra Al-Maidah ayat 51 berikut.
Menurut
tim Pro, Al-Qur’an sudah jelas melarang kita untuk mengangkat kaum non-muslim
sebagai pemimpin. Sebagaimana tertera secara jelas pada Surah Al-Maidah Ayat 51
“…Apabila kita menjadikan nasrani atau yahudi sebagai awlia, maka kita termasuk
golongan mereka…” Al-Qur’an merupakan pedoman hidup yang diturunkan oleh Allah
swt. untuk umat Islam. Oleh karena itu, adalah sebuah kewajiban untuk mengikuti
perintah yang ada dalam Al-Qur’an dan menjauhi larangan-Nya.
Selain
Al-Qur’an, tim Pro juga memaparkan sumber hukum kedua yaitu hadits. Dalam
sebuah hadits yang mengatakan bahwa, “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum,
maka ia termasuk golongan kaum tersebut”. Hadits di atas menunjukkan bahwa umat muslim dilarang
mengikuti ataupun menyerupai suatu kaum yang bertentangan dengan islam karena
barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dapat dikatakan bahwa umat islam
dapat terjerumus dan mengikuti kebiasaan-kebiasaan yang bertentangan dengan
islam.
Indonesia
merupakan negara mayoritas islam. Maka dari itu, Indonesia harus dipimpin oleh
seorang pemimpin muslim pula. Dapat dibayangkan apabila bangsa ini dipimpin
oleh seorang pemimpin non-muslim. Tentunya bangsa ini akan semakin jauh dari
nilai-nilai Islam. Hal tersebut disebabkan karena pemimpin non-muslim tentunya
akan mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang bertentangan dengan agama Islam. Sehingga
secara perlahan-lahan, bangsa ini akan melupakan agama Islam.
Disisi
lain, tim Kontra menentang semua hal itu. Mereka mengatakan bahwa, Negara
Indonesia adalah negara hukum bukan negara Islam. Oleh karena itu, yang menjadi
pedoman hidup bangsa Indonesia adalah Pancasila dan UUD 1945. Indonesia juga
merupakan negara dengan tingkat keberagaman yang tinggi. Diman di Indonesia
terdapat kepercayaan yakni Islam, Nasrani, Katolik, Buddha, dan Hindhu. Ke-lima
kepercayaan ini juga memiliki hak untuk menjadi pemimpin dan mensejahterakan
bangsa ini.
Disamping
itu, tim Kontra juga mengatakan bahwa, kita tidak boleh berburuk sangka kepada
orang lain. Bukankah dalam Islam kita diajarkan untuk senantiasa berprasangka
baik. Bisa saja, seorang non-muslim lebih baik dalam memimpin bangsa dibanding
seorang muslim. Kita tidak boleh selamanya memandang seorang non-muslim dari
kacamata negatif. Perlu juga memangdang mereka dengan kacamata positif. Dengan
begitu, seorang non-muslim juga memiliki kesempatan untuk menjadikan bangsa ini
sebagai bangsa yang sejahtera.
Tim
Kontra juga beranggapan bahwa, ada begitu banyak pemimpin non-muslim di luar
sana yang memiliki kepemimpinan jauh lebih baik dibanding pemimpin muslim.
Contohnya saja Mahatma Gandhi atau Nelson Mandela, seorang pemimpin non-muslimm
namun tidak pernah membeda-bedakan agama, bahkan mereka membela apa yang harus
dibela. Bukankah itu merupakan contoh pemimpin masa depan yang diharapkan oleh
seluruh umat muslim? Tentu jawabannya adalah iya.
Demikianlah
Pro dan Kontra Surah Al-Maidah ayat 51 di atas. Adapun kesimpulan dari debat tersebut
ialah Indonesia merupakan negara hukum dengan masyarakat mayoritas Islam.
Disinilah bangsa Indonesia membutuhkan sistem politik yang sesuai dengan
harapan bangsa. Adapun sistem politik yang diharapkan tersebut minimal jujur,
adil, dan amanah. Jadi, tidak ada salahnya apabila Indonesia dipimpin oleh
pemimpin non-muslim selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama Islam. Bangsa
ini membutuhkan persatuan yang kuat dalam mengawal kemajuan bangsa.
Komentar
Posting Komentar